Ah! Aku menangkap perubahan ekspresinya! Perlahan dia menyunggingkan ujung bibirnya, membentuk seulas senyum. Aku menggigit bibir, dia kelihatan keren tersenyum seperti itu. Cepat-cepat aku mengeluarkan ponselku, membuka fitur catatan. Mengetik:
20/3, Dia tersenyum sebelah. Sexy as heck.
Aku menutup fitur keyboard.
Aku lalu mengintip catatan-catatanku sebelumnya.
17/3, Mata kami beradu sebentar tadi. Di cafetaria saat aku mencari tempat duduk dan dia mencari temannya.
1/3, Aku dapat nilai tertinggi di kelas matematika. Dia memberiku selamat setelah kelas selesai. GILA!
27/2, Aku nggak sengaja mendengar suara gitar dari dalam kelas selepas tambahan tadi, ternyata dia! ^^ now playing: Tenerife Sea
14/2, Kutitipkan rasaku kepada sebatang cokelat yang kuselipkan di buku Matematika yang super tebal. Lalu aku melihat dia tersenyum saat menemukan cokelatku. Bisakah kau merasakannya?
6/1, Hari pertama bertemu di tahun ini. Sempat berpapasan dan menyapa. ^^
1/1, Dia mengucapkan selamat tahun baru duluan! :D
Aku sadar aku tersenyum dan tersipu.
-*^^*-
"Mon.."
Aku terlonjak kaget, spontan mematikan layar HPku.
Di depanku, Edison berdiri, kemudian menghela nafas panjang. Aku tahu, aku barusan tertangkap basah.
"Bukannya katanya 'new year, new me'? Masih lo simpen juga tapi catatan lo itu?"
Aku menghembuskan nafas pendek. "Gue udah coba lho Ed. Gue coba untuk nggak keep a record. Tapi tetep aja, setiap ada sesuatu tentang dia, gue pasti bakal inget-inget terus. My mind just do it automatically now. Daripada semua itu di otak gue, mendingan gue tulisin."
Edison menggeleng. Aku tahu, alasanku kurang kuat.
"How is it better, Mon? Inget kan alasan pertama kamu mau stop? Udah lupa alasannya?"
Aku menggeleng. Tapi nggak semudah itu berhenti.
Dengan sabar, Edison duduk disampingku. "Coba ulangin. Kasih tahu gue lagi."
Aku menelan ludah, berat. Aku terpaksa membuka kotak memori yang tadinya sudah kukubur dalam. Alasan itu ingin kutiadakan saja, tapi terpaksa kuungkit lagi. "Gue nggak mau sakit sendiri saat dia nggak ngeliat gue seperti gue ngeliat dia."
Yep, bener. Rasa sakit itu mulai menggigit. Aku siapa, dia siapa? Dia cowok keren yang diburu semua cewek angkatanku bahkan dibawahku. Nggak mungkin lah dia bahkan ngelirik aku. Mungkin malah nggak akan ada.
"Lo tau maksud gue bukan apa-apa kan, Mon? Gue cuma nggak mau lo sakit sendiri. Apalagi lo sendiri yang sebenernya udah sadar. Daripada ntar beneran tiba harinya ada 'kejutan' yang bikin lo sakit, mending lo berhenti dari sekarang."
Aku tahu. Membayangkannya saja membuatku bergidik ngeri. Satu hari dia bisa saja tiba-tiba masuk ke kelas menggandeng seorang cewek di tangannya. Atau tiba-tiba status 'Single'nya di Facebook berganti menjadi 'In relationship'. Apa yang akan aku lakukan kalau begitu? Lebih baik bersiap dari sekarang dan berhenti berharap.
Kali ini aku mencoba memantapkan diri.
Susah. Pasti susah. Tidak membayangkan wajahnya saat aku mendengar tawa renyahnya dari kejauhan. Tidak menantikan saat dia mengeluarkan kotak kacamatanya dan memperhatikan dia memakainya karena bagiku dia tampak lebih pintar dan cakep saat memakai kacamata. Tidak memikirkan dia, mengeluarkan dia dari pikiran - dan perlahan, hati.
Aku tahu, Lebih baik menangis sekarang daripada nanti. Lebih baik airmataku jatuh karena merelakan, daripada terpaksa melepaskan.
-*^^-
22-3-15
Tadi sore aku mendapati Monica senyum-senyum sendiri. Ternyata dia masih menyimpan catatan-catatannya. Ternyata dia masih tersenyum karena orang lain. Akankah senyum itu jadi milikku?
0 comments:
Post a Comment