Thursday, March 3, 2011

Pangeran Mimpi jilid 3

Dan ada satu lagi...
^^


Pangeran Mimpi jilid 3
Udara yang dingin, ditambah hujan rintik-rintik membuat Monika memilih untuk menikmati malamnya di luar kamar Villa, ditemani secangkir teh manis panas, meninggalkan sebentar teman-temannya yang asik bersenda gurau.
Rumah orangtua Monika sebenarnya berada di Semarang,
Namun hari ini sampai beberapa hari kedepan, teman-teman SMP dan SMAnya Monika akan menginap di Bandungan, sekedar untuk melepas kangen saja, mumpung kebanyakan mereka sedang libur.
Belum semua kawan datang, masih ada yang akan menyusul besok, dan malam ini.
Hmmm..
Teman-teman Monika memang tidak terlupakan.
Mereka sangat kompak!
Selama beberapa tahun bersama, tentulah persahabatan mereka terjalin kuat.
Buktinya, sampai sekarang, ketika semuanya sudah hampir lulus kuliah, mereka masih sangat dekat.
Walaupun memang tidak semua temannya ini melanjutkan kuliah di Indonesia, jadi mereka tidak bisa bertemu setiap saat.
Termasuk Monika sendiri.
Monika memilih melanjutkan studi di Australia, mengambil jurusan musik di suatu universitas terkemuka di sana.
Meninggalkan untuk sementara, kedua orangtua yang senantiasa memberikan dukungan padanya.
Sebenarnya tidaklah susah untuk meninggalkan kota Semarang.
Toh Monika dan orang tuanya masih bisa berkomunikasi dengan telepon, dan e-mail.
Namun yang susah adalah meninggalkan teman-temannya.
Oh, mungkin bukan ‘teman-teman’.
Tapi lebih tepatnya, salah satu teman.
“Hoi!” Regina, salah satu teman Monika memanggilnya.
“Ginaa!! Jangan ngaggetin orang sembarangan dong!” sahut Monika kesal.
“Idiih, diingetin malah marah, ntar kalo kesambet..” Regina membalas dengan genit.
Monika memutar bola mata sambil tertawa kecil. Ia memang tak pernah percaya hal semacam itu.
“Eh, lagi ngelamun apa nih? Hayyooo...” Regina lalu bertanya.
“Yee, siapa yang lagi ngelamun? Hahaha.. Nggak kok, enak aja di luar, dingin-dingin plus ujan.” Monika menjawabnya simple.
“Ooo. Kirain lagi inget si ‘dia’ tuhh. Hahaha!” Regina tertawa puas.
Sedang Monika, cuma bisa tersipu dan mengejar Regina yang masuk ke villa.
Tapi toh dia kembali lagi ke luar,
Duduk di tempatnya yang semula,
Dan kembali pada lamunannya yang tadi.
Ya, selalu terkenang dalam benak Monika, betapa temannya itu sangat gentleman.
Selalu peduli pada Monika, tapi dengan caranya yang tidak berlebihan.
Dia selalu ada buat Monika, dan selalu siap meminjamkan pundaknya buat Monika.
Dia memberi warna-warna baru buat hidup Monika.
Tapi dia juga memberi ruang bagi Monika untuk mewarnai hidupnya..
Dia meneruskan studi di Amerika, jurusan perfilman.
Komunikasi mereka jadi kurang, walaupun tetap ada.
Tentu saja karena biaya yang lebih mahal dan kesibukan masing-masing.
Terutama Monika,
Yang baru saja diwisuda atas kelulusannya.
Dan kelihatannya dia juga hampir lulus.
Entah apa dia akan datang ke acara ini...
Saat sedang enak-enak menegak teh panas, ada sepasang tangan memeluknya dari belakang, lalu melepaskannya lagi.
O-o!
Monika hampir saja tersedak.
Ckckck, ada-ada saja orang itu.
Mengageti orang lain saat sedang minum.
Untunglah, Monika berhasil menenangkan diri dengan cepat lalu meminum teh yang ada.
Monika lalu berbalik.
Dia siap memarahi orang yang merusak momen ini.
Tapi begitu ia lihat siapa yang akan jadi ‘korbannya’
Senyum lebar langsung menghiasi wajah manisnya.
“Jonathan!”
Monika senang tapi, masih tidak percaya pada penglihatannya.
Tapi dia pasti Jonathan!
Rambut karamel keturunan kakeknya, mata yang cokelat tua, tidak salah lagi.
Beberapa teman sudah menasihatinya agar memanggil namanya dengan ‘Jo’ saja, tapi dia lebih suka nama Jonathan.
“Mon, aku kangen banget sama kamu.” Kata-kata pertama yang Monika dengar lagi secara langsung setelah sekian lama.
Secara reflek, Jonathan memeluk Monika lagi.
Mm! Monika merasakan kehangatan dan wanginya tubuh Jonathan.
“Masih ingat nggak, sudah berapa lama sejak terakhir kita ketemu?” Jonathan bertanya.
“Mmm, 4 tahun, 5 bulan, 20 hari...” Monika menjawab seraya menghitungnya.
“Terus 2 jam, 17 menit, dan 39 detik.” Jonathan melanjutkan sambil melihat arloji biru di tangan kirinya.
“Bener kan?” dia mengkonfirmasi.
Monika membalas dengan anggukan.
Keduanya saling menatap dan tersenyum.
Lalu tanpa sadar, Jonathan kembali memeluk Monika.
“Aku kangen banget sama kamu.” Dia mengulang pernyataannya.
“Mau tahu nggak? Aku juga.” Monika membalas.
“MON! MONIKAA! MAININ GITAR LAGI DONG!” suara salah satu temannya yang sekeras petir mengagetkan mereka berdua, dan mereka melepaskan pelukan.
Monika tersenyum singkat, lalu mengajak Jonathan ke dalam.
Jonathan mengambil tas pakaiannya, lalu menyusul Monika yang sudah masuk.
“Wah, Jo! Kamu nggak berubah ya?”
“Wah, udah jadi sutradara nih.”
“Bawa oleh-oleh nggak?”
Begitu heboh reaksi teman-teman Monika, terutama yang cowok, saat melihat Jonathan masuk ke Villa, tentu saja setelah mengerumuni dan menghadiahi Jonathan dengan ‘Pukulan di punggung’ alias tanda selamat datang khas cowok.
“Ayo, mo nyanyi lagu apa nih?” tanya Monika setelah semuanya duduk manis seperti anak SD.
Tanpa dikomando, teman-temannya langsung sibuk memaparkan ide lagu untuk dinyanyikan.
Akhirnya Monika memilih 1 lagu.
Lagu Dealova, salah satu lagu kesukaannya.
Semuanya ikut bernyanyi, dan seakan tersihir mendengar permainan musik Monika.

Setelah agak larut malam, karena semua sudah capek dan besok mereka akan hiking, mereka memilih tidur.
“Good night, Monika.” Jonathan menghampiri Monika sebelum ke kamarnya.
“Good night, Jonathan.” Monika tersenyum.
Duh. Kok bisa sih aku mimpi kaya gini?
Jonathan?
Tapi dia udah nyakitin aku berkali-kali.
Kenapa aku masih mimpiin dia?
“Morning semuanya!” Monika menyapa semua teman-temannya di ruang makan yang sudah berkumpul dari tadi .
“Mmm, sori. Kesiangan yaa?” dia jadi malu sendiri karena kesiangan.
Semua kawan-kawannya memasang tampang kurang bersahabat.
Karena mereka ingin sekali lagi menunjukkan kekompakan, mereka menunggu semua teman hadir di meja makan, baru mulai makan pagi.
“Jo yang dari US aja gak telat, kok kamu yang cuma dari Aussie telat?” tanya Regina kesal, mewakili kekesalan seluruh teman-temannya.
Namun, tak lama, mereka tersenyum-senyum dan tertawa, melihat wajah bingung Monika.
Haha! Ya, dia berhasil dikerjain oleh teman-temannya.
Mereka lalu sarapan pagi bersama-sama, dan renungan pagi.
Setelah mengambil barang-barang yang diperlukan, mereka melanjutkan dengan hiking.
Para cowok mulai ngobrol seputar bola, dan teknologi, otomotif, dan sekolah,
Sementara para cewek asyik ngobrol mengenai Semarang Great Sale yang baru aja selesai.
Monika, memang tipe cewek yang agak pendiam dan suka menyendiri, tapi tetap saja gaul dan friendly. Dia memilih jalan sedikit dibelakang teman-temannya, menikmati pemandangan alam yang indah lebih lama lagi.
Tiba-tiba, sebuah tangan yang terbungkus sarung menyentuh tangannya yang agak dingin.
Lalu meraihnya,
Dan menggandengnya.
Monika sangat terkejut atas tindakan Jonathan ini.
Monika tidak terbiasa dengan hal ini, ia mencoba melepaskan tangannya, tapi Jonathan menggenggamnya erat.
Yang bisa dia lakukan hanya berdoa tidak ada teman-temannya yang memperhatikan hal ini.
Mereka berhenti di sebuah pos peristirahatan setelah beberapa saat.
Pos ini kecil. Makanya penuh saat rombongan Monika datang walaupun hanya 10 orang.
Alhasil, beberapa teman harus rela menikmati istirahat di luar bangunan.
Tapi bagi Monika, hal ini tidak masalah, justru ia akan sangat menikmatinya.
Tadinya ia pikir begitu.
Namun, tanpa disangka, cuaca di luar semakin dingin.
Ia hanya bisa berusaha menikmati dinginnya udara sambil meniup-niup tangannya,
Agak menyesal ia lupa membawa serta sarung tangan ungu kesayangannya
“Nih!” lagi-lagi sebuah tangan tampak, kali ini dengan menyodorkan gelas yang isinya masih mengepul.
Segera saja, Monika meraihnya, lalu meminumnya.
Monika memejamkan mata, hmm, rasa manis dan kehangatan teh manis yang diminumnya menjalar sampai ke kakinya.
“Trims.” Dia membalas Jo singkat, yang dibalas lagi dengan sebuah senyuman.
Tepat saat Monika selesai menegak segelas teh panas, perjalanan dilanjutkan.
“Kuliah kamu gimana? Udah selesai?” Monika bertanya pada Jonathan yang mengambil tempat di sampingnya.
“Udah, udah. Kalo kamu sendiri? Udah selesai juga ya?” Jo membalas.
“Iya.” Monika menjawan singkat.
“Mon, aku mau tanya sesuatu, tapi kamu jangan marah yah.”
Monika belum pernah melihat sahabatnya yang satu ini ragu.
Ada apa ya?
“Kamu udah punya cowok belum?”
Hah?
Seumur-umur mereka kenal, emang Jo belum pernah menyinggung tentang hal ini. Kenapa tiba-tiba bertanya begitu?
“Hmm, kenapa emang?”
“Mau jadi cewekku nggak?”
Mimpi ini lagi!
Apa artinya?
Apa ini artinya dia orang yang tepat buat aku?
Kalo dia emang orang yang tepat, mungkin aku akan mimpiin dia lagi...
Tapi dia bener-bener aneh sama aku!
Nyakitin aku berkali-kali...
Sore itu, setelah pulang hiking, mereka berkumpul untuk main Dare or Truth.
Sekalian untuk nostalgia.
Ketika giliran Monika tiba...
“Mon! Pilih truth apa dare?”
“Mmmm. Mmmm. Aku milih truth aja deh!” Monika memilih.
Teman-temannya sibuk berdiskusi, sementara dia harap-harap cemas menunggu pertanyaan yang bakal diajukan.
“Oke, pertanyaannya adalahhh.... Hubungan kamu sama Jo apaan sih? Masa’ dari sekolah sampe sekarang cuma temen?”
Deg.
“Mmm, ngga papa dong, kamu aja nggak pacaran sama dia kan? Padahal deket dari SMP.” Monika menjawan sambil menunjuk 2 orang temannya. Jawaban Monika ini disambut gelak tawa seluruh sahabat-sahabatnya.
“Idiih! Tapi kan maksudnyaa...”
Hihi! Monika tertawa geli karena bisa membuat temannya gemas sambil menatap Jonathan yang juga geli.
“Oke deh, giliran Jonathan, truth aja yah. Pertanyaannya sama!” si pemimpin permainan agak memaksa.
“Iya deh.” Jonathan melihat ke Monika sekilas, seakan tahu apa yang harus dilakukan.
“Semuanya, kenalin, ini pacarku.” Jonathan mengumumkan sambil menggandeng tangan Monika.
Serempak, semua teman bertepuk tangan, setengah terkejut, setengah senang.
Apa artinya, aku memang akan..? ah sudahlah, biar waktu yang menjawabnya...

0 comments:

Post a Comment