Thursday, March 24, 2011

Kakak dan Bintang

okeh,
cerita iseng yang super singkat..
semoga suka yah..

cerita tentang Kakak-Adik ^^


Kakak dan Bintang
Mama masuk ke kamar yang didominasi warna ungu itu. Melihat putri bungsunya bisa terbaring lemah, Mama pasrah. Mama sudah membujuk Nessa untuk makan, tapi bujukan itu tidak didengarnya. “Mbok, jagain Nessa dulu ya.” Kata Mama pada simbok yang sudah mengabdi pada keluarga Thomas belasan tahun. Simbok mengiyakan.
2 hari sejak kematian Nicho, Vanessa Thomas cuma bisa terbaring di tempat tidur. Dia sangat shock mendengar kabar kepergian sahabatnya itu. Sahabat yang sudah dikenalnya sejak kecil. Bukan hanya sekedar sahabat, hamper seluruh teman-teman sekampusnya tahu, kalau mereka berdua menyimpan rasa satu dengan yang lain. Tapi bukan itu yang membuat gadis mahasiswi itu sedih, melainkan sahabatnyua yang sudah berjanji untuk selalu ada di sampingnya, pergi untuk selamanya, meninggalkannya sendiri dengan semua kenangan yang ada.
Malam minggu kemarin,Nicho mengantar Nessa pulang. Mereka baru saja bersenang-senang, bercanda, dan menghabiskan malam dengan asyik. “Makasi ya, Cho. Sekarang kamu langsung pulang aja, udah malem banget nih.” “Ok deh, kamu juga langsung tidur yah, Nes. See you!” seru Nicho dari balik jendela mobil. Ternyata itulah kali pertama dan terakhir mereka malem-mingguan bareng.
Beberapa ratus meter dari rumah Nessa, ada sebuah truk yang dikendarai supir yang mabuk berat. Alhasil, mobil Nicho pun ditabraknya. Namun karena mabuk, supir itu tak sadar dan terus saja menjalankan truknya. Tubuh Nicho terhimpit dan iapun pingsan. Dalam perjalanan ke rumah sakit, nyawanya tak tertolong, dan Nicho menghembuskan nafas yang terakhir.
Di hari pemakaman Nicho, Nessa nggak tampak di mana-mana. Ia masih terlalu sedih untuk datang, bertemu keluarga Nicho dan yang paling utama, makamnya. Ia terlalu shock, terlalu pedih mengingat malam itu mereka baru saja bersenang-senang.
Seminggu kemudian,
Nessa sudah lebih baik. Nessa sudah mau makan, sudah kuliah lagi, bahkan mengikuti ujian semester. Nilai-nilainya tertinggi dari teman-temannya. Tapi Nessa tak lagi ceria dan tersenyum. Pandangan Nessa yang kosong, suka melamun, dan selalu mengurung diri di kamar membuat Mama dan Papa semakin bingung. Apa yang harus mereka lakukan? Ah, ya! Mereka lupa ada 1 cara yang bisa ditempuh dan mengembalikan senyum tulus dan ceria Nessa.
Ferdino Thomas memeluk Mama dan Papa. “Maafkan Papa dan Mama harus mengganggu kuliahmu di Jakarta, Dino. Tapi ini penting. Mama dan Papa takut Nessa akan—“ kata-kata Papa terputus. “Ma, Pa, Dino tahu. Dino akan berusaha biar Nessa bisa seperti dulu lagi. Mama dan Papa tenang aja. “ “Nessa mana, Ma?” Tanya Dino pada Mama. “Lagi kuliah. Lebih baik kamu istirahat dulu, dan makan dulu. Itu simbok sudah masak makanan kesukaan kamu.” Dino menurut.
Nessa pulang. Seperti biasa wajahnya datar tanpa ekspresi. “Hai Nes,” sapa Dino sambil tersenyum dengan gaya cool nya yang membuat dia disukai mahasiswi se-universitas tempat dia kuliah. “Kakak!” Seru Nessa sambil tersenyum kecil. Mama dan Papa mengintip dari kamarnya, terhibur bahwa putri mereka setidaknya sudah tersenyum. “Kak Dino kapan ke sini?” Tanya Nessa sambil memeluk erat kakaknya yang satu-satunya itu. “Tadi pagi. Oh ya, udah sore nih. Sekarang kamu mandi dulu, trus kita makan bareng. Oke?” Nessa mengangguk cepat, melepaskan pelukan dan berjalan ke kamarnya.
Malam hari, suasana di rumah keluarga Thomas sepi, nggak terdengar suara berisik apapun. Papa dan Mama sudah tertidur. Hal itu nggak mengurungkan niat Ferdino untuk mengecek kamar adiknya.
Ternyata dugaan Dino benar, walaupun sudah sepi, Vanessa belum juga tertidur. Bahkan Nessa sedang menangis pelan!
“Nessa kenapa?” Tanya Dino pelan sambil menghapus air mata di pipi Nessa. Vanessa yang baru menyadari keberadaan kakaknya langsung terduduk. “Mmm, nggak kok, Kak. Kak dino kok belum tidur?” “Nes, kakak mo tanya, kamu.. Mmm.. keinget Nicho terus?” Mendengar nama Nicho, Nessa langsung menangis lebih keras. Ferdino langsung memeluk Vanessa. Yep, Vanessa masih shock berat.
“Nes, kamu boleh nangis semaleman di pelukan kakak. Bilang aja apapun yang mau kamu bilang. Kakak bakal dengerin.”
“Kak, Nicho nggak pergi kan? Nicho masih ada kan, kak? Kak Dino, Nessa sayang sama Nicho, kenapa dia harus pergi? Kak Dino tau nggak, sore itu, Nicho janji sama Vanessa. Nicho janji kalau dia nggak akan ninggalin Nessa. Kak, rasanya dada Nessa sakit, kosong, hati Nessa hilang.” Cuma itu yang bisa Nessa ucapkan, sambil terus menangis sesegukan dan memegang dada, merasakan sebuah kekosongan yang luar biasa.
“Vanessa, kakak pernah denger cerita. Nessa dengerin yah!” Nessapun mengangguk.
“Konon waktu kita lahir, kita mengambil 1 bintang di langit, untuk menemani kita selama hidup. Tapi bintang itu nggak bisa selamanya di bumi. Nanti pada saatnya bintang itu akan kembali ke langit. Nah pada saat itu kita meninggalkan dunia ini. Sekarang tugas kita adalah membiarkan bintang kita menyala dan orang-orang bisa lihat. Kalo menurut Nessa, bintang Nicho udah bersinar terang belum di dunia ini?” Nessa berpikir sebentar, lalu mengangguk pelan. “Berarti tugas Nicho di dunia mungkin sudah selesai, dan bintang Nicho harus segera pergi. Semua ada saatnya, Nes.” Lanjut Ferdino sambil terus mengusap kepala adiknya. Vanessa jadi lebih tenang. Tapi dia terus menangis. Sampai akhirnya, Vanessa kelelahan dan tertidur dalam pelukan Dino. Dino lalu meletakkan kepala Nessa di bantalnya, dan beranjak dari ranjang Nessa.
Tapi Dino takut kalau-kalau Nessa terbangun tengah malam nanti. Akhirnya ia tidur di sofa di kamar Nessa malam itu. Sekali lagi, dugaan Dino benar. Walaupun cukup lama nggak ketemu karena kuliah di kota yang berbeda, di sangat mengenal sifat adiknya itu. Nessa terbangun dengan terengah-engah, sepertinya ia habis mimpi buruk. Nessa hampir menangis lagi, teringat Nicho yang mampir di mimpinya, tapi ia menoleh ke sofa dan melihat kakaknya. Nessa jadi tenang dan sadar, dia nggak perlu menangisi Nicho lagi. Tugasnya udah selesai di dunia. Nicho pasti lebih baik di alam sana. Vanessa pun segera terlelap lagi.
Besok paginya, Nessa bangun lebih pagi daripada Dino. Tapi tetap saja, hari sudah siang. “Kakak! Bangun dong! Udah siang nih.” Seru Nessa sambil mengguncang tubuh Dino. “Iya, iya. Nih kakak bangun.” Gerutu Dino yang masih ngantuk.
“Kak, nanti kakak temenin Nessa yah! Nessa mau pergi tapi nggak mau sendirian.”
Dino bergumam mengiyakan.
Ternyata, Vanessa mengajak Ferdino ke makam Nicho. Sekarang dia sudah siap melihatnya. Dino lega dan senang melihat hal ini. Mendengar dari Mama dan Papa kalau Vanessa shock dan nggak ceria membuatnya seperti ditusuk-tusuk dan sedih.
Dino sengaja nggak menemani Nessa sampai ke makam Nicho, dia hanya mengantar dan menunggu di mobil. Dino rasa adiknya butuh waktu sendiri, kalau tidak berdua dengan Nicho.
Setelah beberapa saat, Vanessa kembali ke mobil dengan mata agak sembab namun tersenyum. “Makasih ya Kak, kakak udah nemenin Nessa. Makasih kakak udah menyadarkan Nessa..”
“Nes, nggak apa-apa. Yang penting sekarang kamu udah ceria lagi. Jangan kaya kemaren, bikin Papa dan Mama bingung. Kak Dino sayang banget sama Nessa.” Kata Dino sambil menggengggam tangan Nessa yang agak basah karena mengusap air mata. “Iya kak, Nessa janji! Nessa juga sayang banget sama kak Dino.”
Beberapa hari kemudian Dino kembali lagi ke Jakarta. Sedang Nessa yang Ceria kembali ke aktivitas normalnya.
Yang berubah saat itu adalah, kalau ada temannya yang kehilangan kerabat, Nessa akan selalu menceritakan cerita bintang dari Dino. Padahal sebenarnya cerita itu nggak pernah ada. Cerita itu Cuma dibuat-buat oleh Dino, untuk bilang ke Nessa kalau semua ada waktunya, di dunia nggak ada yang abadi.

0 comments:

Post a Comment