haha:) 2 kata yang terpikir buat judul ini..
nah sebelum melanjutkan cerita (belumberjudul),
ada sDikit cerita yang agak aneh dan 'ngalor ngidul'.. :)
“Anak-anak, hari ini saya akan mengatur tempat duduk kalian, demi terciptanya ketenangan di kelas ini. Pengaturan ini akan berlaku 1 bulan!” Demikian Pak Beru membuka minggu ini. Sontak semua anak termasuk aku mengeluh. Jelas kami gak suka di atur tempat duduknya. Tapi apa boleh buat, dari pada menunggu Pak Beru, wali kelas kami mengamuk bagaikan singa, lebih baik kami berkemas dan siap-siap pindah.
“Denny, kamu duduk di sebelah Vita.” Kata Pak Beru. Mendengar namaku dipanggil, aku langsung berdiri.
Tunggu! Aku duduk di sebelah Vita? Jenius yang gak pernah ngomong??
Tiba-tiba seluruh kelas tertawa sambil melayangkan pandangannya padaku.
Ups! Sepertinya aku baru saja mengatakan pikiranku itu.
Aku langsung duduk di sebelah Vita.
“Maaf yah, keceplosan.” Ucapku .
“Iya, enggak apa-apa kok.” Balasnya sambil tersenyum.
Hei! Dia tak pernah masalah bila diejek! Jujur saja, itu adalah poin plus buatnya.
Gak semua anak di kelas ini tahan bila diejek.
Terutama Nova, pacarku sejak kelas 10. Tiap kali ada yang mengejeknya, ia selalu berlari dan minta belaan dari aku.
Sebenarnya dia memang cantik dan populer, juga cheerleader, maka itu aku minta dia jadi pacarku tahun lalu. Kan sebanding gitu, ceweknya cheerlead, cowoknya anak terganteng se-antero SMA ini. Hehe..
Omong-omong tentang kata-kata ‘jenius’ tadi, mengingat di kelasku Cuma ada 2 jenis anak, gaul ato pinter..
Kalo pinter, nilainya dijamin di atas 9 terus.. pelajaran apa aja pasti bisa deh.. Tapi mereka biasanya gak begitu gaul. Contohnya, cewek yang duduk di sebelahku ini.
Beda sama anak gaul, temennya banyak, biasanya kelas 11 udah punya cewek or cowo.. bedanya, nilai kami gak begitu bagus.. nilaiku yang paling bagus aja 8. Tapi prestasi kelas kami oke kok.
Pulang sekolah,
Seperti biasa, aku sama Nova langsung cabut ke mall deket sekolah.
Kami makan di food courtnya. Setelah itu baru keliling-keliling mall.
Seperti biasa juga, pasti dia pulang dengan tangan penuh, yep, penuh barang belanjaan yang gak dibayarnya..
Eits! Bukan berarti ngutang lohh..
Tapi, yep, aku yang bayarin.. Sebagai cowok yang baik dong.. Hehe..
Abis dari mall, aku anterin dia pulang ke rumahnya yang gak begitu jauh, baru aku pulang.
Agak sebel juga sih, capek and dia banyak maunya. Tapi yaaaa nggak apa-apa deh.. Berkorban gitu.. (Cieehhh.. Gayanya :D)
Resikonya aku jadi gak bisa belajar baik, coz kalo pulang udah sore gitu..
________________________________^^___________________________________
2 minggu kemudian..
Udah 2 minggu duduk ditentuin..
Duduk sama Vita ada enaknya juga lohh..
Kalo ada yang gak ngerti, dia mau ajarin..
Cara dia ngajarin oke juga, bisa buat aku paham.
Dan, hei! Ternyata dia gak sediem yang aku kira..
Dia Cuma fokus aja ke pelajaran, jadi gak banyak bicara.
Gara-gara dia, aku jadi penasaran gimana rasanya bener-bener fokus sekolah..
Iya, selama ini kalo abis sekolah kan aku langsung pergi sama temen-temen, dan jarang belajar. Sbenarnya kata Pak Beru, kalau aku mau, aku bisa dapet nilai 9.
Jadi seminggu kemaren, aku alesan sama Nova buat enggak nganterin dia ke mall pulang sekolah. Aku bilang sama dia, karena aku ada acara sama keluarga. Padahal, aku pulang, terus istirahat, terus belajar.
Gak heran, seminggu ini nilaiku 8 terus loh.. bahkan ada yang 9.. hehe..
Sombong yah? Tapi bangga juga.. akhirnya dari golongan ‘gaul’, bisa juga dapet nilai 9. Teman-temanku juga heran sebetulnya, tapi aku belum kasi tahu mereka yang sebenernya.
Jujur..
Aku jadi agak penasaran sama dia.
Soalnya walau dia enggak gaul, enggak begitu cantik emang, tapi mukanya itu manis dan bikin orang seneng ngeliatnya. Rasanya kayak aura dia itu bikin damai..
(Apaan sih?)
Ya gitu deh..
Juga dengan caranya sendiri, dia bikin orang ngerasa seneng dan pengen belajar.
Mmm..
Kira-kira kalo dia di ajak jalan mau enggak yah?
Berlebihan kali ya? Tapi aku penasaran sama dia yang sebenernya.
Tanpa sadar, aku mengambil HP yang ada di kantongku.
“Halo?” suara malaikat jenius itu ada di seberang lain telepon.
“Vita? Ini Denny.” Aku mendengar suaraku sendiri agak gimana gitu.
“Iya, kenapa?” tanyanya dengan suara yang datar-datar aja. Seperti biasa memang.
“Mmm.. Aku pengen ngajak kamu jalan-jalan. Besok pulang sekolah, bisa?”
“Maaf, besok aku ada tambahan Matematika, jadi pulangnya sorean.”
“Kalo Selasa?”
“Tambahan Fisika.”
“Rabu?” tanyaku gak yakin.
“Tambahan Kimia.” Jawabnya tanpa ragu.
“Kamu kan udah pinter, ngapain ikut tambahan?” kataku asal nyeplos dengan agak emosi.
“Siapa bilang aku IKUT? Aku tutornya, jadi harus dateng kan?” jawabnya gak kalah emosi.
Ups! Sehebat itukah dia sampe jadi tutor?
“Kalau kamu mau, hari Jumat aku bisa.” Katanya lagi.
“Oke, Jumat pulang sekolah kita bareng ke mall yah..” aku mengalah.
“Nova?”
________________________________^^__________________________________
“Nova?”
1 nama yang disebutkan Vita! Membuat aku melompat terkejut.
“Eh, diaa.. Enggak apa-apa kok.. Dia juga pasti ada urusan sama temannya.”
“Iya udah kalo gitu. Ada lagi?” suaranya agak ragu.
“Mmmm, enggak kok. Maaf kalo ganggu yah. Sampe ketemu di sekolah besok.” Kataku menyadari ada nada ‘lagi-belajar-mode’ di kalimat-kalimat Vita.
“Iya.” Jawabnya singkat.
Huh! Kadang-kadang aku pengen dia agak cerewet. Tapi kalo gitu bukan Vita dong? Yaa gitu deh pokoknya!
Beberapa hari kemudian..
Akhirnya hari Jumat dateng juga. Seperti dugaan, karena hari Sabtu libur, Nova and the gank jalan-jalan di mall yang jauh dari sekolah.
Sementara nungguin Vita yang lagi ngomong sama guru, aku ngobrol dengan teman-teman.
Mereka ngajakin aku basketan!
Tapi, aku udah terlanjur janjian dengan Vita.
Pertamanya mereka sempat curiga!
“Kamu mau jalan sama siapa? Bukannya Nova lagi sama geng nya yah? Gak mungkin kan kamu jalan sendirian?”
“Aku.. Aku lagi cari kado buat Nova kok, kan kalo ada dia jadi gak surprise..” jawabku berbohong.
“Oooo..” Fiuhh! Mereka kompakan ngomong ‘Ooo’ yang artinya mereka memahami alesan aku!
“Tapi kan ulang tahunnya udah lewat?” tanya seorang teman yang juga asal nyeplos.
Ah iya! Ulang tahun Nova kan 3 bulan lalu..
Cari ide.. cari ide..
“Kasi kado ga harus waktu ulang tahun aja kan?” jawabku sok cool. Padahal, aku grogii abis, takut ketahuan mereka.
“Duluan ya!” kataku pamit melihat Vita sepertinya hampir selesai.
Aku langsung menuju motorku dan menyalakannya.
5 menit kemudian, Vita keluar dan kami langsung berangkat.
Sampai di mall..
“Kamu mau ke mana? Mau makan dulu atau lihat-lihat?” aku memberi pilihan. Sebetulnya perutku sudah berbunyi, tapi pengen tahu aja reaksi dia.
“Terserah kamu aja.” Jawabnya singkat. Aku mulai terbiasa dengan jawaban-jawaban yang singkat itu.
Benar saja, aku langsung mengajaknya ke food court.
Kami lalu makan.
Hei! Dia itu beda banget sama Nova, yang makannya milih-milih setengah hidup! (say positive :P)
“Jangan kebanyakan gula ya, mbak, itu kan nggak baik. Bikin gendut pula!”
Capek juga lama-lama telinga ini!
Beda sama Vita yang Cuma bilang, “Mbak, gulanya jangan banyak-banyak, ya,” dengan manis dan sopannya. Enak kan?
Ahh! Apa yang aku pikirkan?
Lama-lama kok aku jadi muji-muji dia sih?
Kan niat awalku penasaran tentang dia!
Eh tapi bener juga ya, kalo gini kan aku jadi tahu tentang dia.
“Habis ini kamu mau ke mana?” tanyaku sambil menguyah bakso yang kupesan.
“Kalo bicara itu jangan dengan mulut penuh.” Koreksinya dengan tampang pura-pura marah, tapi lalu ia tersenyum kecil.
“Biasa aku dan kakakku ke sini untuk ke toko buku di lantai 3 itu.”
“Gak ke tempat lain?” aku agak heran.
Dengan malu-malu ia menggelengkan kepalanya.
“Nah sekarang kamu mau ke toko buku atau tempat lain?”
“Kan kamu yang mengajak, jadi terserah kamu. Aku kira kamu ajak aku buat nemenin apaa gitu.” Katanya lugu.
Iya! Emang ini anak terlalu lugu!
“Mmm, iya udah ke toko buku aja. Ada yang kamu mau beli kan?” aku menebak.
Ia mengangguk mantap.
Alhasil, kami memang ke toko buku.
“Kamu gak mau lihat-lihat toko lain dulu? Biasanya aku agak lama di sini.”
Aku menggeleng mentap. “Enggak apa-apa. Aku temenin kamu aja.” Kata-kata itu meluncur dari mulutku. Raut wajahnya jadi agak kaget, tapi Cuma sebentar. Habis itu biasa lagi.
Aku agak meremehkannya. Lama? Seberapa lama sih? Paling orang tahan di toko buku Cuma 15 menit. 15 menit memang cukup lama buatku.
Ternyataa...
1 jam kemudian..
“Maaf, kelamaan ya?” suara ‘malaikat’ Vita membuyarkan lamunanku.
“Oh, enggak kok, gak papa. Udah dapet bukunya?”
“Iya, udah.”
“Emang kamu ngapain aja di toko buku?”
Ah, aku merasa aneh menanyakan pertanyaan itu. Ya jelas cari buku lah!
“Aa, aku cari beberapa buku.” Katanya agak tergagap, mungkin kaget mendengar pertanyaanku yang agak gak mutu.
“Ini buat kamu.” Lanjutnya lagi sambil merogoh tasnya dan mengeluarkan sebuah buku.
BUKU LATIHAN SOAL KELAS XI
“Buat aku?” aku gak percaya.
“Iya. Aku tahu akhir-akhir ini kamu belajar lebih giat kan? Maka itu nilaimu baik. Ini tambahan soal, siapa tahu bisa menambah pengetahuan kamu atau biar kamu tambah banyak tahu jenis soal.”
“Kamu kok tahu?” aku masih heran. Gantian aku yang diam dan jawab seperlunya, sedangkan dia cerita panjang dan lebar.
“Iya, aku udah bilang kan kalau kakakku dan aku sering ke sini? Mulanya aku gak menyadari apa-apa, tapi kakakku yang sadar. Dia bilang, ‘mana itu anak SMA yang biasa jalan ke sini?’ Yang dimaksud itu kamu. Tiap hari kamu ke sini, kan? Tapi akhir-akhir ini kamu enggak ke sini dan belajar di rumah. Maka itu nilai kamu lebih tinggi dari biasanya.”
Aku jadi sadar, betapa pintar dan cerdasnya temanku ini.
Pulangnya..
Aku jadi merenung.
Dia enggak populer, cantik juga biasa aja, tapi dia bersyukur sama keadaannya, dan dia juga enggak macem-macem. Tegar lagi!
Beda sama Nova, yang maunya ini itu, terus minta di beliin ini itu.
Seperti tadi, dia beli beberapa buku, dan semua di beli dengan uangnya sendiri.
(Habis aku ketiduran jadinya gak bisa bayarin.. hehe^^)
Udah gitu masih mikirin aku.
Padahal setahuku ekonomi dia pas-pasan aja.
2 hari kemudian..
“Vit..” panggilku waktu dia lagi asik-asiknya mencatat kimia.
“Iya? Yang mana yang enggak bisa?” katanya bercanda.
“Aku mo ngomong serius.”
“Oh, sori. Kenapa?” ia sedikit merasa bersalah.
“Kamu mo nggak jadi cewekku?”
Tanyaku penuh harap.
Mungkin yang ada di pikirannya tuh: gak salah? Cowok terkeren se-SMA ini mau sama aku yang ga ada bagus-bagusnya?
“Aku tahu mungkin agak aneh bagi yang lain. Tapi kamu udah mengajarkan aku banyak hal. Karena kamu juga, aku jadi terpacu buat meningkatkan prtestasi.”
“Kamu emang beneran sayang sama aku?”
Aku kaget waktu dia ngomong gitu.
“Iya, aku bener-bener sayang sama kamu.”
“Nova?”
Lagi-lagi nama itu.
“Aku udah putus sama dia. Ternyata dia cuma cari untung sama aku.”
Aku melihat sepertinya ia harus mengambil keputusan yang berat.
“Kalo gitu, kamu mau kan nunggu aku?”
Setelah bilang gitu dia fokus lagi sama pelajarannya.
Sempat terlihat air mata di sudut mata Vita tapi langsung di usap.
Beberapa minggu kemudian, Denny udah nggak duduk bareng Vita ..
“Eh, Den! Aku baru dapet sebuah kabar!” sahabatju itu mengagetkan aku yang lagi asik ngitung rumus fisika ini.
“Kabar apaan, Dod?” tanyaku pada Doddy.
“Tentang Vita.”
Aku langsung terdiam.
Berita aku nembak Vita memang sudah tersiar, karena teman yang duduk di belakang kami pas dengar!
Tapi, apa salahnya? Aku jadi membiarkan rumor itu.
“Dia kenapa?” tanyaku datar.
“Sebenernya aku cukup deket sama dia di BimBel. Terus kemaren dia tanya-tanya tentang kamu. Waktu aku tanya dia suka kamu ato enggak, dia mengangguk walo samar!”
Aku agak terkejut, senang mendengarnya!
“Terus??” tanyaku bersemangat!
“Dia juga sayang sama kamu, Den, tapi orang tuanya itu guru, jadi mereka mau Vita fokus ke pelajarannya, jadi dia enggak nerima kamu.”
Saat itu juga, aku seperti menemukan kepingan terakhir puzzle!
“Kalo gitu, kamu mau kan nunggu aku?”
Aku tahu sekarang makna dari semuanya!
Besoknya, aku tuke tempat duduk sama Nina, yang kebetulan duduk di samping Vita.
“Vit..”
“Iya?” katanya tanpa mengalihkan pandangannya dari latihan soal fisika yang dikasi.
“Aku bakal nunggu kamu.”
Dia langsung menghentikan pekerjaannya, walaupun tidak mengalihkan pandangannya. Lalu seulas senyum terbentuk di bibirnya.
“Kita bisa sahabatan kalau kamu mau.” Aku menawarkan.
Raut wajahnya berubah jadi cerah, seakan beban yang dibawanya hilang menguap.
“Aku mau.” Senyum lebar terpancar dari wajahnya dan kali ini ia menatap mataku, dalam dan hangat.
Hei! Aku baru tahu warna matanya cokelat!