Feeling inspired so here goes BOH part 6!
Di part 6 ini, ada sedikit perubahan sudut pandang (PointOfView),
semoga masih dapat dipahami :)
Enjoy!
-*^^*-
Kok dia nggak dateng-dateng?
Di part 6 ini, ada sedikit perubahan sudut pandang (PointOfView),
semoga masih dapat dipahami :)
Enjoy!
-*^^*-
Kok dia nggak dateng-dateng?
"Dia pasti dateng kan, Fel?" aku bertanya untuk kelima kalinya dalam setengah jam ini. Felicia tampak hopeless, "Ditelepon dan sms nggak ada yang tembus, San."
Sabtu ini dipilih untuk pertemuanku dengan Alex, karena kita semua sama-sama nggak sibuk. Tapi entah kenapa dia nggak datang-datang juga. Jujur, aku sangat ingin bertemu dengan orang ini, entah mengapa. Mungkin karena dia satu-satunya temanku yang belum aku kenal kembali.
Aku melihat terus ke arah pintu, berharap pintu tiba-tiba mengayun dan dia melangkah masuk. Nggak ngefek! Urgh, dengan bosan aku mengaduk-aduk gelas Mango Smoothies yang sudah aku habiskan isinya. What took him so long? "Aku ke toilet sebentar ya, Fel," kataku sambil berdiri dan beranjak pergi, sebagian disponsori oleh terlalu banyaknya cairan yang aku konsumsi, sebagian lagi oleh rasa nervous yang muncul out of nowhere.
(Writer's POV)
Pria itu mendorong pintu kaca dihadapannya dan dalam sekilas langsung menemukan tempat duduk. Dengan tetap tertunduk, dia berjalan dan menarik kursi, duduk. Wanita yang sudah lebih lama duduk di meja itu menatapnya cemas. "You can do this, right? C'mon, keep it together, Lex."
Pria itu menggeleng pelan, "Entah, Fel."
Felicia tersenyum sendu, "Is this what take you so long?"
Pria itu sekarang mengangguk kecil, "Tapi gue siap. Udah terlalu lama gue nggak ketemu dia, udah mulai eror nih otak gue."
Keduanya tersenyum. Senyum pria itu malah semakin mengembang begitu dia sadar apa yang ada dihadapannya. "Ini dia lo pesenin?"
Felicia ikut tersenyum semakin lebar, "Enggak, dia pesan sendiri! Kayak dia nggak pernah lupa. Banyak hal tentang dia yang nggak berubah walaupun dia nggak inget apa-apa."
(Susan's POV)
Kembali dari kamar kecil, aku melihat sesosok 'Alex' sudah bercakap-cakap dengan Felicia. Benar, dia orang yang sama dengan yang aku lihat di pesta, dengan lesung di pipinya dan senyumnya. Aku membiarkan diriku tertegun beberapa saat, baru kemudian melangkah kembali ke mejaku, sambil memikirkan apa yang harus aku lakukan begitu sampai.
"Hai."
Ternyata hanya satu suku kata itu yang bisa aku ucapkan. Tapi itu mampu membuatnya meloncat beridiri, menghilangkan senyumnya, dan menyapa balik. "Hei."
Aku memutuskan untuk mengulurkan tangan, kembali berkenalan. "Alex, ya?"
Dia menjabat tanganku dengan mantap. Tapi pandangannya terpaku dan... rapuh?
Dia lantas mengangguk menanggapi pertanyaanku, tanpa melepaskan pandangannya.
Membuatku harus menahan segala enzim di tubuhku yang akan membuat pipiku panas.
"Kenapa bengong?" aku mulai merasa kikuk dipandangi seperti itu. Aku minta tolong pada Felicia tapi dia rupanya juga sedang ikut bingung dengan reaksi Alex. Barukah setelah itu Alex menjadi normal.
"Oops, sori-sori. Ini kali pertama gue ketemu orang yang habis hilang ingatan."
Aku tertawa kecil. Sering mendengar kalimat itu. "Well, ini kali pertama aku hilang ingatan?" aku tidak yakin harus membalas apa.
Alisnya kemudian bermain, seakan berkata, 'You sure about that?'
Aku jadi bingung. Aku pernah hilang ingatan sebelum ini? Aku minta pernjelasan ke Felicia, tapi dia malah mulai terkikik. Untungnya dengan cepat Alex menjelaskan.
"Ooh! Bukan hilang ingatan yang seperti itu! Cuma, waktu kita kelas 1, pernah suatu kali lo tiba-tiba lari masuk ke rumah gue kayak orang hiperaktif. Pagi-pagi di hari Sabtu. Lo terus masuk ke kamar gue di lantai 2, dan mulai mengguncang-guncang tubuh gue, 'Siapa kita?' 'Di mana kita?' Dan untuk sepanjang hari itu lo bertingkah seperti orang hilang ingatan."
Mataku membulat, aku pernah seperti itu?
"Kok bisa aku tiba-tiba sampai di daerah rumahmu?" Dalam bayanganku ,bagaimana seorang anak kecil bisa berlari dari satu perumahan ke perumahan yang lain?
"Oh, dulu waktu masih kecil kita pernah tetanggaan," jawab Alex.
Dan kemudian, konsep 'maaf-maafan' yang tadinya aku siapkan hilang entah ke mana, digantikan percakapan yang jauh, jauh lebih menarik.
-*^^*-
"Kok bisa aku tiba-tiba sampai di daerah rumahmu?" Dalam bayanganku ,bagaimana seorang anak kecil bisa berlari dari satu perumahan ke perumahan yang lain?
"Oh, dulu waktu masih kecil kita pernah tetanggaan," jawab Alex.
Dan kemudian, konsep 'maaf-maafan' yang tadinya aku siapkan hilang entah ke mana, digantikan percakapan yang jauh, jauh lebih menarik.
-*^^*-