Thursday, February 23, 2012

Jatuh..

Jatuh terseok untuk ke sekian kalinya..


mereka sudah memperingatkan,
tak usah dulu terbang tinggi,

tak usah merasakan terpaan angin saat aku merentangkan sayapku,
karena nanti aku bisa terjatuh.

karena aku tak sempurna,
aku tak seperti mereka yang mampu terbang tinggi..


tapi tak kuhiraukan semua itu,
dan mencoba bangkit dengan kekuatan sendiri..

bahkan tak kuhiraukan sepasang sayap yang berusaha mengalihkan pandanganku dari langit biru, kepadanya..

aku terus saja berkeinginan untuk keluar dan terbang..

kini,
langit mulai menangis,
aku ingin bertanya, "Mengapa?"

tapi bukan terbang tinggi menggapai ujung langit yang mampu aku lakukan,
tapi sekali lagi jatuh terseok,
terluka...

Monday, February 20, 2012

Gara-gara HP!

JRENGG!!

ini dia cerita baru yang udahh pengen banget dirilis bulan Februari ini :D
haha :P

sebuah cerita yang awalnya terinspirasi dari kenyataan,
tapi endingnya totally dikarang kok! :)

ENJOY!

-*^^*-

Gara-gara HP ^^

"Ehh ni liat! Gue berhasil dapetin HPnya Zoe!" Suara Kenny terdengar keras, dan efeknya, satu kelas langsung ngerubungin Kenny. Nggak cowok nggak cewek, semua ngerubung.
Zoe emang dikenal sebagai anak yang nggak jelas lagi deket sama siapa (dalam konteks cewek). Entah punya gebetan ato enggak. Temen-temennya juga nggak bisa menyelidik lewat HP, karena selalu diumpetin, atau yang lebih extreme, nggak di bawa! Tapi sekarang dengan 'ditemukannya' HP Zoe, seluruh anggota kelas bebas menyelidik.
Karena bukan smart-phone, HP Zoe nggak dilengkapi dengan BBM, iChat, ato tipe-tipe messenger gituan, jadi satu-satunya cara adalah sms. Dan Kenny langsung aja buka Inbox HP Zoe.
"Hoi! Balikin HP gue dong!" Zoe berseru, tapi nggak ada yang dengerin, semua fokus ke layar HP yang sekarang di tangan Kenny. Inbox terbuka, dan, WOW! Cuma ada 1 nama yang memenuhi layar.

"Oooo, jadi namanya Niken!!" Temen-temen sekelas langsung kompak berseru sambil senyum-senyum ke Zoe. "Bukan! Ckck," Zoe geleng-geleng kepala. Ah, dia udah nyangka temen-temennya bakal salah paham. Niken itu temen les musiknya. Minggu-minggu ini mereka lagi nyiapin show, dan kebetulan Zoe dan Niken digabung dalam 1 band. "Dia bukan siapa-siapa gue, beneran!" Zoe membela diri, tapi siapa yang peduli? Yang ada juga, dia semakin di'pojokkan'. Apalagi setelah sms-sms itu dibaca satu per satu.
"Zoe, hari ini kamu jemput aku ya. Bisa kan?”
"Zoe, udah bisa belom lagunya? Besok udah harus bisa loh..”
"Cieeeee, perhatian banget sih!” teman-teman mulai tertawa-tawa, dan terus membaca Inbox, dan menjelajah outbox, tapi sayangnya outbox sudah dikosongkan oleh Zoe. Tapi nggak papa! Inbox aja udah lebih dari cukup!
Semua temen-temen lalu sibuk ngerjain Zoe, sampai-sampai orangnya bener-bener nggak bisa ngomong apa-apa lagi kecuali menggelengkan kepala. Tapi sebenarnya, sudut matanya sedang mengamati seseorang, yang sibuk dengan HPnya sendiri. Entah kenapa dia nggak menghiraukan kehebohan teman-temannya terhadap HP yang setelah berminggu-minggu berusaha akhirnya bisa dibobol.
“Cia, jangan jealous loh!” Vani tiba-tiba duduk di sebelah cewek yang diperhatikan Zoe itu dan berkata pelan tapi geli. “Apaan sih, Van? Enggak lah,” cewek itu menjawab pendek.

Cia, adalah kependekan dari Lucia. Akhir-akhir ini, sahabat-sahabat dekatnya lagi seneng-senengnya bercanda dengqn bilang kalo Cia itu ‘deket’ sama Zoe. Walaupun dari penemuan itu ada tanda" cewek bernama Niken, tapi Vani tetep aja lebih memojokakan Lucia.
Pandangan Cia dan Zoe sempat bertemu, tapi Cia langsung membuang muka, pura-pura nggak ngeliat.

KKRRIINGG!!
Bel sekolah berakhir terdengar. HP Zoe akhirnya kembali pada pemiliknya, dan kelas mulai perlahan-lahan kosong.
---^^---
Esok paginya,

Saat bel masuk berbunyi, Zoe keliatan bingung. Bisa dibilang agak gelisah. "Kenapa, Zoe?" tanya Vani, yang kebetulan duduk di samping Zoe. "Eh? Gak papa kok," jawabnya singkat, tapi lalu karena penasaran, kalimat itu tercetus juga dari mulutnya, "Cia mana sih?"
Vani hampir ketawa denger pertanyaan Zoe, tapi gara-gara Cia emang nggak ada kabarnya, dia memilih mencari tahu kabar Cia daripada ngetawain Zoe.

Di rumah, Cia melihat jam wekernya. Udah jam 6.45, dan dia masih di atas tempat tidur. Kepalanya agak pusing, tapi bukan itu yang jadi alasan dia nggak masuk. Gara-gara satu hal yang membuat dia juga nggak bisa tidur nyenyak semalem, kepikiran terus.
Sms-sms itu..
Ahhhh, nggak tahu kenapa, mereka bikin Cia salah tingkah sendiri. Jadi ngerasa, gerah sendiri. Ngapain sih mereka sms-an gitu???
Tiba-tiba HP Cia bergetar. Ada telepon masuk. “Halo?” jawab Cia dengan malas. “Lo di mana? Udah bel lho!” suara Vani yang lantang terdengar di ujung sana. “Gue nggak masuk,” jawab Cia singkat. “Lho? Kenapa? Lo sakit?” tanya Cia cemas. “Nggak, gue males aja sekolah.”
Cia juga mendengar sebuah suara lain di seberang sana. “Dia sakit?” Ah, suara itu entah kenapa jadi sangat menjengkelkan!
“Udah ya! Gue mau tidur dulu, ntar gue dikasih tau ya hari ini ngapain aja!” kata Cia dan mematikan sambungan telepon, sekalian dengan HPnya.

Tepat saat itu, Mama masuk ke kamar Cia. “Nggak ke sekolah, Ci?” tanya Mama. “Pusing nih, Ma. Nggak usah sekolah dulu, ya?” kata Cia sambil memegangi kepalanya. “Hari ini nggak ada ulangan kan tapi?” tanya Mama Cia lagi. Memang Mamanya nggak terlalu ketat soal sekolah, asal nilainya nggak jelek dan dia nggak ketinggalan pelajaran, nggak masuk nggak papa. Apalagi kalo sakit kaya gini.
“Nggak ada ulangan Ma. Nanti Cia copy catetan Vani kok,” kata Cia meyakinkan Mama tentang sandiwara yang lagi dia mainkan ini. “Oke deh, nanti mama bawain bubur ke sini, ya,” kata Mamanya sambil menutup pintu.
Cia menghembuskan nafas lega. Emang sih, dia bakal bosen di rumah seharian. Mau main pun dia akan tetap bosan akhirnya. Tapi nggak papa deh! Dari pada nanti dia masih mendengar kata-kata tentang Zoe dan Niken yang memang masih hangat dibicarain temen-temennya!
-*^^*-
“Lo udah nggak papa, Ci?” walaupun ditanya, Cia tetep nggak mengangkat wajahnya dari mencatat. “Cia! Lo marah sama gue?” tanya orang itu lagi. Cia menaruh keras bolpoin yang dipegangnya ke meja, “Nggak kok! Gue nggak marah,” kata Cia. Lalu Cia berdiri dari tempat duduknya, berjalan ke meja Vani. Orang itu tidak mengikuti Cia, dan kembali ke tempat duduknya.
“Udah nyatetnya?” tanya Vani. “Belom, tar gue lanjutin lagi ya,”jawab Cia. “Lo kenapa?” tanya Vani. “Nggak, nggak papa,” jawab Cia. “Yakin? Lo aneh deh hari ini,” kata Vani too the point. “Nggak, masih nggak enak badan aja gue,” Cia berbohong.
“Ya udah, kalo masih nggak enak badan di rumah aja,” tiba-tiba suara orang itu terdengar lagi. Cia nggak menanggapi. Cia malah membalikkan tubuhnya dari orang itu. Walau dengan posisi itu, Cia bisa merasakan Vani dan orang itu lagi ‘bercakap-cakap’ dengan bahasa tubuh dan mata. Lalu saat orang itu akhirnya pergi, Vani memandangi Cia dengan pandangan bingung, “Lo lagi marahan sama Zoe?” Cia mengerutkan dahi, “Enggak kok!” “Nah terus, kenapa lo jadi sengak gitu sama dia?”
Cia mendesah, “Tapi nggak lagi marahan kok!” Vani mengangkat bahu, tetap nggak percaya dengan perkataan Cia barusan.

-*^^*-
“Zoe, pinjem HP lo lagi dong!” kata Vani dengan tampang innocentnya. “Mau buat apa?” tanya Zoe kalem. “Yaah kan waktu pada ribut ngeliat HP lo, gue nggak ikut heboh gitu. Nah sekarang gue penasaran deh!” jawab Vani. Zoe mengambil HPnya, memutar-mutarnya di telapak tangan. Memang sih, isi HPnya udah ketahuan seluruh kelas, tapi.. “Nggak ah! Ngapain lo pinjem-pinjem? Ntar malah ada yang marah lagi, nggak masuk lagi,” kata Zoe sambil melirik ke arah Cia.
Vani langsung tersenyum lebar, menahan tawa. “Jadi menurut elo gara-gara isi HP lo kesebar seluruh kelas, terus dia marah gituu? Sampe nggak masuk?” tanya Vani. “Emm,yaa kali-kali ajaa,” jawab Zoe. “Buktinya sekarang dia jadi marah gitu sama gue,” Zoe menambahkan. “Hahaa,” Vani jadi ketawa beneran, “Ya udah deh, gue balik sana dulu-“ “Van, tanyain ke Cia dong, dia kenapa? Kok tiba-tiba jadi marah sama gue?” Zoe memotong.
Vani tersenyum lalu berkata, “Mendingan lo tanya aja sendiri. Tapi lagi pula gue rasa elo sendiri udah tahu jawabannya kok.” Zoe tercengang mendengar jawaban Vani, dia nggak berani memimpikan hal itu, tapi kalau beneran, berarti ini adalah mimpi paling indah yang pernah dia punya. “KOK MALAH BENGONG?” teriak Vani tepat di samping telinga Zoe. “Buruan gih!”
-*^^*-
“Ngapain lo duduk situ? Udah ada yang punya tempatnya!” Cia berbisik tajam pada Zoe yang tiba-tiba aja duduk di sebelahnya. Kali ini Cia nggak bisa seenaknya tuker tempat sama orang lain atau berdiri meninggalkan Zoe, karena sudah ada guru di depan kelas.
“Tempat gue kan lagi dipake sama yang biasa duduk di sini,” jawab Zoe santai, berhasil membuat Cia tambah jengkel. Tapi dia nggak bisa bohong sama dirinya sendiri, ada setitik perasaan senang. Tapi cuma setitik, karena….

“Lo kenapa sih marah sama gue?” tanya Zoe langsung pada Cia. “Tadi kan udah gue bilang, gue enggak marah!” Cia berkata tegas, sambil membalik bukunya dengan keras. “Nggak mungkin, bohong banget deh lo,” kata Zoe terdengar santai, padahal sebenernya dia desperate pengen tahu, apa yang bikin Cia kaya gini. Nggak mungkin karena dia masih nggak enak badan.
“Kenapa lo peduli sama gue, urusin aja tuh cewek!” kata Cia akhirnya. Zoe mengertukan alis, tapi tersenyum. “Lo kan tahu dia bukan cewek gue, Cia…” Cia mendengus pelan, “Haha. Lucu banget, coba aja dia denger.” “Dia denger juga nggak papa, emang gue sama dia nggak ada apa-apa kok,” Zoe mencoba meyakinkan Cia. “Ooo, jadi sekarang elo nggak nganggep pacar lo sendiri? Nggak peduli banget sih elo sama pacar sendiri?” “Peduli? Ya jelas lah gue peduli sama dia, karena dia temen band gue di tempat les! Kalo dia ntar perform’nya jelek, kelompok gue bakal kena pengaruhnya juga!” Zoe menjelaskan, berusaha menggunakan suara sepelan mungkin, tapi penuh penekanan.

Cia terdiam. Zoe menggelengka kepala sebentar, lalu berkata lagi dengan suara pelan, “Gue juga peduli sama elo, Ci!” “BERISIK! GUE MAU NDENGERIN PELAJARANNYA!!!!” teriak Cia persis di telinga Zoe, membuat seluruh kelas berikut guru yang lagi mengajar, memperhatikan mereka berdua. “Cia! Kenapa kamu teriak-teriak seperti itu?” tanya si bapak guru yang lagi asyik-asyik mengajar. “Ini pak! Dia ganggu saya terus!” Cia menunjuk pada Zoe, yang cuma bisa bengong melihat Cia. Dia tahu cewek itu beneran marah sama dia. “Zoe! Tukar tempat dengan Olga!”

Dan harapan Zoe untuk segera menyelesaikan semuanya terhambat.
-*^^*-
Akhirnya Zoe sampe harus datang ke rumah Cia. Dia penasaran banget sama yang tadi diomongin sama Vani. “Tapi lagi pula gue rasa elo sendiri udah tahu jawabannya kok.” Apa bener karena sms-sms itu, Cia sampe marah banget.
“Ngapain lo di sini?” tiba-tiba Cia keluar dari rumahnya. Zoe langsung menghampiri Cia, “Maafin gue, Ci. Jangan marah dong.” “Kenapa lo minta maaf?” tanya Cia pelan.

Sebenernya, sepanjang sore Cia mikirin tentang sikapnya ke Zoe di sekolah tadi. Nggak seharusnya dia bersikap marah ke Zoe. Cia sendiri nggak tahu kenapa dia bisa sengak gitu ke Zoe. Dia nggak pengen marah, tapi satu hal itu bikin dia sebel banget.

“Ci?” panggil Zoe menyadarkan Cia dari lamunannya. “Eh, mmm, duduk, Zoe. Bentar gue keluar lagi,” kata Cia, agak salah tingkah sendiri. Cia mengambil 2 botol air minum dari kulkas, satu untuk dirinya dan satu untuk Zoe, lalu keluar ke teras.
Cia duduk di kursi di samping Zoe, dan justru Cia-lah yang memulai percakapan. “Maaf di sekolah gue sengak sama elo..” Zoe jujur agak kaget, tapi tersenyum. “Sebenernya kenapa sih, Ci?” “Gue, ngg…” Cia nggak menjawab.

“Cemburu nih lo?” tanya Zoe santai. Cia melotot ke arah Zoe, “Hehe, bercanda Cia,” kata Zoe sambil tersenyum.
“Gue juga cemburu, kalo liat lo lagi ngobrol bareng sama Christo,” kata Zoe, membuat Cia tertegun.
Deketnya Cia sama Christo memang bisa dibilang hampir sama seperti dekatnya Cia dan Zoe. Tapi bedanya, Cia bisa tertawa lebih lepas saat bersama Christo. Nggak ada rasa deg-degan kalo Cia lagi ngobrol sama Christo. Tapi kalo Cia lagi ngomong-ngomong sama Zoe, jantungnya bisa berdebar 2 kali lebih cepat.
“Tapi gue sama Christo kan nggak ada apa-apa, Zoe,” kata Cia cepat-cepat.
“Iya, gue tahu. Tapi gue tetep nggak seneng, gue lebih seneng kalo elo ada deket gue terus.”
Untuk kedua kalinya sore ini, Cia dibuat kaget oleh perkataan Zoe. Maksud Zoe tadi…
“Iya, kalo boleh jujur gue suka sama lo, Ci!” kata Zoe sambil menatap Cia lekat-lekat. Cia hampir saja terbawa emosi Zoe yang sekarang serius. Tapi terus dia inget tentang Niken. “Nah kalo Niken? Suka sama dia juga nggak?”
Zoe menggeleng pelan, “Enggak lah! Dia itu pindahan dari Jawa, makanya cara ngomong dia aku-kamu gitu, tapi gue nggak ada feeling apapun ke dia. Percaya sama gue, Ci!” “Tapi kenapa lo masih nyimpenin sms-smsnya dia? Nggak langsung lo hapus? Terus outbox lo juga kosong. Pasti elo sms macem-macem ke dia. Iya kan?” Cia masih belum percaya.
“Bukannya gitu juga, Ci. Emang gue-nya aja yang nggak terbiasa nghapus-hapus sms. Dan iya, emang gue nggak smsan sama orang lain. Cuma dia doang. Gue tahu lo nggak suka smsan makanya gue nggak sms-sms elo. Dan soal outbox, entah kenapa outbox gue eror gitu, jadi kehapus-hapus sendiri.”
Penjelasan Zoe emang terdengar dibuat-buat banget, tapi memang hal itu yang terjadi. Cia sendiri awalnya nggak percaya, tapi dia melihat kejujuran dari Zoe. Dan omong-omong, Zoe bukan pembohong yang baik, jadi pasti dia jujur.
“Gue… percaya sama elo.” Kata Cia akhirnya, membuat Zoe tersenyum lebar. “Emm, terus, lo mau jadi cewek gue nggak?”

-*^^*-
“Siapa, Ci?” tanya vani sambil tetap menatap layar komputer di depannya.Vani memang lagi main ke rumah Cia buat meminjam komputer.
“Zoe,” jawab Cia sambil tersenyum and blushing.”Udah baikan?” tanya Vani, menghentikan jari-nya dari mengetik, tapi tidak melepaskan pandangannya dari komputer.
Bukannya menjawab ,Cia duduk di sebelah Vani dan membisikkan sesuatu di telinga Vani, “Udah jadian.”

Friday, February 17, 2012

Orang ke tiga

iseng banget lagi di *PIIIIP* terus kepikiran, gimana rasa'nyee..?
terus lagii agak mellow-mellow gimanaa gitu habis nostalgia ceritanyaa,,
haha^^
agak sedikit pendek, gak bermutu,
tapii yaaa monggo dikomen :)

enjoy :)

-------

ORANG KE-TIGA


Awalnya hal itu sangat menakutkan,

Melihat dia bersama wanita lain.


Awalnya aku kira hanya kebetulan,

Dia sedang bersama wanita lain.


Tapi wanita itu bukanlah saudarinya,

Karena dia sudah mengenalkanku pada seluruh keluarga besarnya.


Dan wanita itupun bukanlah rekan kerjanya,

Karena aku jugalah rekan kantornya


Lalu aku sadar siapa wanita itu


Aku tak percaya,

Hal ini tidak mungkin terjadi

Pria itu sudah menjadi kekasihku selama 7 tahun,


Tapi ini bukanlah kebetulan, karena aku bertemu dengan mereka tepat sebanyak 4 kali


Kenyataan itu bertambah pahit saat dia menggenggam tangan wanita itu,

Dan mereka berpandangan penuh arti

Sementara aku hanya bisa menangis dari kejauhan


Aku tidak menanyakan tentang hal ini,

Aku hanya menyimpan semuanya dalam hati

Sambil berdoa agar aku tahu apa yang harus aku lakukan


Akhirnya kuambil keputusan terberat sepanjang hidupku

Ku raih telepon genggam dan memutuskan hubungan kami


tujuh tahun kebersamaan kami langsung hilang musnah,

terhianati oleh 4 kali pertemuan..


Biarlah,

biar dia bahagia bersama wanita itu

Biarlah,

aku tidak mengganggu mereka


Sebenarnya siapa orang ketiga dalam hubungan kami?

Siapa sebenarnya yang adalah pengganggu?


Wanita itukah?

Aku-kah?


Ah, sudahlah,

Anggap saja aku inilah sang orang ketiga,


Yang bisa merusak hubungan

Yang sebaiknya menjauh pergi secepat mungkin


Demi kebaikanku,

Demi kebaikan mereka


-------------------

“Terima kasih untuk 7 tahun ini,

Maafkan aku kalau aku tidak sempurna,

Dan kau membutuhkan satu orang lagi untuk menutupi kekuranganku.

Maafkan aku telah menjadi orang ketiga dalam hubungan kalian.

Semoga kalian berbahagia.”