heyy:)
NEW STORY! :D
berkisar dii tema "Je suis chanceux de vous avoir dans ma vie" :p
yang artinya..?
carilah di google translate supaya mudeng :P
haha^^
ceritanya lebihh ke arah satu scene tanpa ending dan intro yang jelas-jelas banget :)
oke semoga suka,
maaf kalo aneh dan maksa :P
-*^^*-
Lucky
NEW STORY! :D
berkisar dii tema "Je suis chanceux de vous avoir dans ma vie" :p
yang artinya..?
carilah di google translate supaya mudeng :P
haha^^
ceritanya lebihh ke arah satu scene tanpa ending dan intro yang jelas-jelas banget :)
oke semoga suka,
maaf kalo aneh dan maksa :P
-*^^*-
Lucky
Pandangannya terfokus pada 1 objek saja, 1 objek yang sama selama hampir semalaman.
Tangan gadis yang ada dalam genggamannya sekarang.
Gadis yang sejak malam tadi hanya memejamkan mata, gadis yang membuatnya tetap terjaga semalaman penuh.
Gadis yang sejak malam tadi hanya memejamkan mata, gadis yang membuatnya tetap terjaga semalaman penuh.
Gadis yang membuat dunianya begitu berwarna, gadis yang mengisi hari-harinya dengan senyuman. Gadis yang mampu membuatnya mengerti apa yang namanya menyayangi, dan akhirnya dia begitu menyayangi gadis itu sendiri.
Gadis itu sekarang terbaring di rumah sakit. Fakta ini mampu membuatnya terkurung, terkurung dari dunia nyata. Membuatnya lumpuh, tak bisa melakukan apa-apa. Dunia di sekelilingnya terabaikan, dan yang mampu dilakukannya hanya menggenggam tangan gadis itu.
Hal terakhir yang mampu diingatnya adalah, Ibunda dari gadis ini pamit, setelah gagal membujuknya untuk pulang. Lalu semuanya sama, monoton.
Cahaya mentari pagi, kicauan burung, dan gerimis kecil di pagi ini pun tak mampu menyadarkannya. Pandangannya tetap sama, tetap lemah, tetap tertuju pada gadis itu.
Cahaya mentari pagi, kicauan burung, dan gerimis kecil di pagi ini pun tak mampu menyadarkannya. Pandangannya tetap sama, tetap lemah, tetap tertuju pada gadis itu.
----------^^----------
Pintu yang terbuka tetap tak mampu memindahkan pandangan matanya dari gadis itu. Tapi sebuah tepukan ringan di bahunya bisa. Dia tahu itu adalah Ibunda gadis yang sangat disayanginya, tante Ria. Wanita yang sudah dianggapnya seperti ibunya sendiri. Cara beliau menepuk pundaknya selalu khas.
“ Troy, Makan dulu, ya?” pinta beliau. Sudah sejak kemarin pagi, perutnya tak terisi apa-apa, kecuali segelas air putih. Dia menggeleng pelan, tapi Ibunda gadis itu tetap mencoba.
“Nanti kamu sakit. Sarapan dulu, sedikit saja.”
“Biar aku sakit, Tante, asal jangan Abby,” suaranya semakin lirih.
Tante Ria kembali mencoba, kali ini sedikit membungkuk di sampingnya, “Sedikit aja,” pinta beliau lagi. Tidak pernah bisa menolak permintaan tante Ria, Troy akhirnya mengangguk pelan. Akhirnya setelah beberapa jam, Troy melepaskan tangan Abby.
Tante Ria membuka sebuah kotak makan dan menyerahkannya pada Troy. Nasi hangat dengan lauk sebenarnya tidak juga mengundang selera makan Troy, tapi toh dia tetap melahapnya. Ibunda Abby juga membawa setermos kopi panas. Setelah menuang segelas untuk dirinya, tante Ria menuang segelas lagi untuk Troy.
Tante Ria sempat berdiri di sisi lain ranjang, membungkuk dan mencium kening putrinya, dan juga menyadari bahwa suhu tubuhnya sudah agak menurun.
Setelah Troy menghabiskan makanannya, tante Ria menyerahkan kopi itu sambil berkata, “Troy, habis ini kamu pulang dulu, ya.” Kata-kata tante Ria itu langsung membuat wajah Troy pucat, dan mentah-mentah dia menolak usulan tante Ria itu. “Nggak, Tante, aku mau di sini aja!”
Tante Ria memandangi wajah Troy dengan iba. Cowok yang sudah seperti anaknya sendiri itu memang sangat perhatian pada putrinya, tapi dia harus memperhatikan dirinya sendiri juga. Sudah sehari semalam Troy tidak pulang ke rumah. Terus menerus di rumah sakit.
Sakit Abby sebenarnya tifus, penyakit yang dengan pengobatan jaman sekarang mudah di sembuhkan, tapi tetap saja Troy sangat khawatir. Karena kalau tidak hati-hati, penyakit itu bahkan bisa merenggut pergi gadis yang sangat disayanginya ini.
“Nanti kamu ke sini lagi,” tante Ria sedikit memaksa. Dia nggak tega melihat Troy seperti ini. Troy tetap menggeleng, kali ini juga sama-sama bersikeras seperti tante Ria. Akhirnya tante Ria mengalah. Dia memilih meninggalkan keduanya sejenak, menemui dokter untuk bertanya mengenai perkembangan putrinya.
Selain menganggapp Troy sebagai anaknya, tante Ria juga percaya pada Troy. Dia yakin Troy akan menjaga putrinya, jadi dia tidak was-was saat meninggalkan Troy berdua dengan Abby.
Setelah tante Ria pergi, Troy kembali menggenggam tangan Abby, seolah ingin menyampaikan pada Abby kalau dia selalu ada di dekatnya.
Setelah tante Ria pergi, Troy kembali menggenggam tangan Abby, seolah ingin menyampaikan pada Abby kalau dia selalu ada di dekatnya.
Tidak lama, Abby terbangun, kelopak matanya pelan-pelan membuka, dan otomatis Troy tersenyum lebar. “Pagi,” gumam Troy. Abby tersenyum, terutama saat menyadari tangannya yang nggak diinfus sedang diselimuti kehangatan Troy.
Tapi,
“Maaf ya,” kata-kata itu yang ternyata pertama kali keluar dari bibir Abby. Setetes air mata sedih juga mengalir ke pipinya. Troy cepat-cepat mengulurkan tangannya dan mengusap pipi Abby, menghalau air mata. “Ssstt.. Kenapa minta maaf?”
“Maaf aku ngerepotin kamu,” Abby berkata pelan. Troy menggeleng, “Enggak ngerepotin kok.” Abby tersenyum, menyadari betapa beruntung dirinya bisa bertemua cowok seperti Troy. Troy mencium pipi Abby, dan berkata, “Cepet sembuh ya, I love you, Abby sweetheart.”
Abby tertawa geli, “Iya, iya. Udah, sekarang kamu pulang aja dulu. Nanti ke sini lagi, ya?” Sekali lagi, wajah Troy memucat sedikit, “Nggak, aku mau di sini aja. Nemenin kamu,” pintanya. “Kan nanti ada Papa sama Mama, Troy,” Abby mengingatkan, belum tahu kalau Mamanya sudah datang tadi.
“Kamu nggak mau aku temenin?” tanya Troy. Abby menggeleng dengan tersenyum, “Bukan gitu. Aku seneng kalo kamu di sini, tapi kamu harus pulang dulu. Istirahat. Udah dari kemarin, kan, kamu di sini terus. Mama kamu sama adik-adik kamu gimana?” Troy menghela nafas, lalu mengangguk. Walau tubuhnya nggak capek, Abby bener. Dia harus pulang, paling nggak sebentar. Siapa tau Mama atau adik-adiknya butuh bantuan.
Saat itu tante Ria juga masuk, tersenyum saat melihat Abby sudah bangun. “Udah enakan, sayang?” tanyanya pada Abby. Abby mengangguk sedikit, “Iya, Ma.”
“Tante,” lalu Troy berkata, “aku pulang dulu, ya? Nanti ke sini lagi.”
Tante Ria tersenyum lagi, “Iya, istirahat dulu aja. Salam buat mama, ya.” Troy mengangguk. “Pulang dulu, ya, By. Nanti ke sini lagi. Bye, love,” Troy berbisik ke telinga Abby, membuat Abby tertawa kecil. “Iya, daa sayang,” balasnya.
Troy yang melewati tante Ria yang lalu menepuk bahunya. “Mari, tante,” pamitnya lagi, dijawab anggukan dari tante Ria. Lalu saat mereka tinggal berdua, tante Ria berkata ke Abby, “Makan dulu ya, sayang. Tapi Mama tanyain dulu, kok belum dianter makannya, padahal udah agak siang nih.” Lalu tante Ria juga keluar, meninggalkan Abby sendiri.
Abby nggak pernah takut sendirian. Gadis itu bahkan terkadang menyukai saat-saatnya sendirian. Di saat itulah dia bisa berpikir, me-review hidupnya. Dan sekarang, yang ada di pikirannya adalah Troy.
“How lucky I am to have you in my life,” katanya dalam hati, tersenyum.
-------------------------------------------------------------------------------------------
REVIEW PLEASE? COMMENT? :D