national tests are coming so i'm kindda busy busy with tasks,
this is one of the story, based on my friend's dream..
of course, it's a fantasy story, it didn't actually happened, but the dreams are true :)
now enjoy :D
Pangeran Mimpi
Boleh percaya, boleh tidak..
Kisah yang nyata buatku.
Aneh, tapi nyata..
3 minggu yang lalu..
Seorang sosok muncul di mimpiku. Aku tak bisa mengenalinya, karena yang tampak hanyalah siluet. Kami sedang berdua saja di laboratorium Kimia. Melakukan beberapa pecobaan sambil tertawa riang karena celetukan kami. Tiba-tiba aku mendengar langkah kaki yang tergesa-gesa, disusul pintu yang dibuka tanpa permisi.
“Ooo, kamu di sini ternyata. Asik berduaan ajaa..” ujar seorang sahabat yang tadi menyerbu masuk. Aku menatap sosok itu yang entah bagaimana aku tau ia juga menatapku, kami lalu tertawa lagi hingga puas.
Aku mengira itu hanya mimpi.
Tapi mungkin saja tidak, karena beberapa hari setelah mimpi itu, sebuah sosok hadir lagi di mimpiku. Aku sekali lagi tak mengenali orang itu, tapi ada kekuatan yang mengatakan 2 sosok dalam mimpiku, 2 siluet itu adalah orang yang sama. Settingnya di rumahku. Ia datang berkunjung bersama seorang sahabat. Yang aneh buatku, bukanya menikmati suguhan seperti sang sahabat, ia malah asik memotret diri dengan kamera handphone, yang bukan miliknya! Ya, dia memotret lebih dari 10 foto di handphone kesayanganku. “Kamu ngapain sih?” aku bertanya karena penasaran. “Biarin! Aku mau nambahin koleksi fotoku di handphone kamu.” Jawabnya asal. Hal ini membuat aku bingung, apa maksudnya? Namun entah mengapa bibirku membentuk seulas senyum. Karena beberapa foto nge-blur, aku menghapus foto-foto yang nggak terlalu bagus, menyisakan 3 foto terbaiknya.
Lebih aneh lagi, 3 foto itu ada di Hpku ketika aku bangun tidur esok paginya.
Ketika aku pikir itulah terakhir kali aku akan bertemu dengan sosok itu, aku salah.
Sekali lagi ia muncul di mimpiku.
Waktu itu terjadi gempa di sekolah. Semua anak telah meloloskan diri. Sebagain anggota OSIS aku membantu teman-temanku mengevakuasi diri. Namun sayang begitu semua lolos, aku tak sempat ikut turun. Bagian tangga barat runtuh dan menyisakan lubang besar mengarah ke ruang lain.
Aku berusaha mencari jalan lain ketika sosok itu hadir di mimpiku.
“Lewat balkon lantai 3!” teriaknya. Aku segera berlari ke tangga timur, ketika tangga dari lantai 2 ke lantai 3 membentuk rekahan besar. “AA!” aku berteriak takut.
Dia sudah ada di belakangku. Dia tahu apa yang harus kami lakukan.
“Ayo, kamu pasti bisa!” ia memberi semangat. Tapi aku takut! Aku menyuarakan pikiranku. “Nggak, kamu nggak bakal jatoh, percaya deh.” Tapi aku masih enggan. “Kalo kamu mau jatuh, aku pegangin. Percaya sama aku.” Ia meyakinkanku dengan menatap lurus, jauh ke dalam mataku. Aku mengumpulkan keberanian, sekeping demi sekeping, seperti membuat puzzle.
“Trus kamu gimana?” aku bertanya sesaat sebelum loncat. “Ah, ntar gampang, belakangan bisa. Yang penting kamu sampe dulu.” Aku mengangguk.
Lalu..
“Ayo, tunggu apa lagi?” Joe bertanya, sedikit panik mengingat gempa susulan bisa terjadi.
Tapi aku masih belum percaya, aku mengalami apa yang pernah aku mimpikan! Gempa bumi, rekahan tangga, hanya saja aku tahu sekarang, siapakah sosok yang hanya muncul sebagai siluet di mimpiku. Di Joe! Seoreang teman sekelas yang tidak pernah kulirik.
“Kalo jatuh?” Aku masih belum yakin akan melompat. Rekahan itu terlalu besar.
“Kalo kamu mau jatuh, aku pegangin. Percaya sama aku.” Ia meyakinkanku dengan menatap lurus, jauh ke dalam mataku. Aku seperti tertarik dalam mimpi. “Terus kamu gimana?” tanyaku, yang dibalasnya dengan “Ah, ntar gampang, belakangan bsia. Yang penting kamu sampe dulu.” Aku menggangguk meyakinkan diriku dan dirinya. Hap!
Oo! Hampir saja aku terjatuh, tapi sesuai janjinya, ia memegangku, dan akupun tidak terjatuh.
Aku menatapnya penuh terima kasih, dan sekarang ia melompat. Hap! Ia mendarat dengan mulus disampingku. Aku hanya bisa mengatur nafasku yang masih tidak teratur. “Ayo!” katanya singkat sambil menarik tanganku. Aku segera berlari mengikuti dia.
Kami berlari menuju balkon.
Di sana sudah ada tim penyelamat menyediakan tangga dari mobil pemadam kebakaran. Sekali lagi dia berkata, “Ayo, turun duluan.” Regu penyelamat segera menolongku menuruni tangga. Setelah sampai di bawah, ada sekelompok guru yang mendata kami. “Apa masih ada yang di dalam?” guru itu mencoba mencari informasi. Tapi aku diam saja. Aku terus terfokus pada Joe yang sedang menuruni tangga. Begitu dia sampai di bawah, aku baru bisa bernafas lega. Astaga, dari tadi aku begitu tegang hingga aku bisa merasakan pucatnya wajahku!
Kami semua selamat, tidak ada kerusakan parah lainnya, dan kamipun berteman untuk seterusnya :)
0 comments:
Post a Comment