Secangkir kopi sudah siap menunggumu di sini.
Kamu bilang kamu akan datang, tepat pukul 10 pagi.
Aku melihat jam tanganku, 10 lewat 1 menit.
Kamu tidak pernah terlambat sebelumnya.
10 lewat 2 menit.
Jariku mengetuk meja. Aku mulai tidak sabar.
10 lewat 3 menit.
Aku mulai takut kopimu dingin.
Nanti kalau kamu menambahkan sesendok gula, bisa-bisa tidak larut.
10 lewat 4 menit.
Akhirnya kamu datang.
Kamu minta maaf karena datang terlambat.
Ada urusan, katamu sambil lalu.
10 lewat 5 menit.
Kamu menambahkan secercah susu dan sesendok gula, mengaduk kopimu, mengetukkan sendok di bibir gelas tepat 3 kali, lalu menaruh sendok di meja dan menyeruput kopimu.
Cepat, kamu menceritakan alasanmu terlambat. Kamu baru saja diberi projek baru dari atasanmu, sehingga kamu lembur semalam dan terlambat bangun pagi ini.
10 lewat 6 menit.
Kamu menyeruput lagi kopimu. Lalu diam-diam melirik jam di HPmu, sambil menanyakan apa yang mau aku ceritakan di pertemuan mingguan kita imi, Aku hanya tersenyum. Cepat-cepat aku merangkum cerita yang sudah kusiapkan sejak minggu lalu. Ringkasan yang sangat buruk. Tapi kurasa kamu pun tidak tahu bedanya; kamu tidak bahkan mendengarkan. Pikiranmu di mana-mana.
10 lewat 10 menit.
Aku mengakhiri ceritaku. Kamu mengangguk-angguk. Seperti paham. Padahal sudah 3 kali kamu mengecek jam tanganmu.
10 lewat 11 menit.
Kamu menegak kopimu yang kini sudah resmi dingin. Menghabiskannya, hanya menyisakan sedikit genangan. Lalu minta maaf kamu tidak bisa lama-lama; kamu harus segera kembali ke kantor.
10 lewat 12 menit.
Kamu berdiri, aku berdiri. Kamu merangkulku cepat, cepat mengucapkan sampai jumpa minggu depan. Buru-buru mengeluarkan kunci mobil dari kantongmu, buru-buru mendorong masuk kursi ke kolong meja, dan buru-buru keluar.
10 lewat 13 menit.
Akhirnya aku sendiri lagi. Tidak sampai 10 menit kamu di sini. Kamu bahkan tidak menyadari kalau aku belum memesan apa-apa. Aku menghela nafas, ya sudah lah. Segera aku memesan secangkir green tea latte. Aku perlu cepat mendamaikan hatiku.
Tidak lama, pesananku datang. Mumpung masih panas, kuhirup aromanya dalam-dalam. Campuran susu dan teh hijau membuatku tersenyum.
Aku kemudian mendekatkan cangkir ke arahku; mengangkat cangkir, meniup dari bibir gelas, dan menyeruputnya. Memejamkan mata, mengapresiasi sensasi panas minuman ini saat menyentuh bibirku, menikmati proses diaktifkannya indera pengecapku.
Dengan hati-hati aku menaruh kembali cangkirku.
Hati-hati, aku memberitahu hatiku kalau d mingu-minggu depan, sepertinya kamu akan lebih sering seperti tadi.
Buru-buru, tidak punya waktu; dan aku harus paham.
Hati-hati, aku memberitahu hatiku kalau d mingu-minggu depan, sepertinya kamu akan lebih sering seperti tadi.
Buru-buru, tidak punya waktu; dan aku harus paham.
Setidaknya jadwalmu tidak penuh sampai malam nanti.
Setidaknya kamu masih punya waktu istirahat, dan nonton acara TV kesukaanmu.
Sekali lagi aku meraih cangkirku dan menyesap sedikit latte.
Aku tidak punya waktu untuk sakit hati.
Kalau kamu sudah siap move on, akupun siap.
-*^^*-